keindahan islam

keindahan islam
tafakur camp 2 Maidaturrahman

Rabu, 09 April 2014

transisi demografi

Tujuan Utama para Demografer Memformulasikan Teori Transisi Demografi
Teori klasikal dari transisi demografi: perubahan dari suatu situasi stabil, di mana pertumbuhan alami penduduk Nol atau sangat rendah, ke situasi lainnya. suatu perubahan spesifik dari pola reproduktifitas suatu penduduk yang mengalami transformasi dari masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat yang modern. (John Caldwell, 1976; Ansley Coale, 1975; Michael Teitelbaum, 1975)
Frank Notestein (1945, 1953): mortalitas tinggi, fertilitas juga tetap tinggi karena dukungan sosial & budaya (disebut ‘props’), seperti tradisi perkawinan. Ketika mortalitas turun, props tidak perlu lagi. Masyarakat industri perkotaan dan membaiknya pendidikan & kesehatan menghilangkan props, dan kesempatan ekonomi bagi wanita juga berkembang. Masalah dlm aplikasi teori klasik transisi demografi: Di Eropa, mortalitas turun secara perlahan, dan terkait dg pembangunan sosial-ekonomi, sementara fertlitas tetap tinggi. Di Negara-negara berkembang, mortalitas & fertilitas turun secara pesat & saat yg hampir sama, karena kemajuan medis (imunisasi, antibiotik), perbaikan kontrasepsi dan intervensi pemerintah.
Transformasi pertumbuhan yang lambat di capai dengan kesuburan yang rendah dan pertumbuhan yang lambat dipertahankan dengan kesuburan yang relatif tinggi serta mortalitas yang tinggi juga. Hal ini bertentangan dengan pengertian transisi di awal, tingkat fertilitas (kesuburan) di masyarakat pra-modern jauh dari target maksimum yang ingin di capai. Tingkat kesuburan telah berkurang selama masa transisi penggunaan alat kontrasepsi sebagai sarana untuk menghindari kelahiran tambahan. Tingkat fertilitas sangat erat kaitannya dengan budaya, tradisi keagamaan. jika masyrakat telah berubah dari tradisional menuju masyrakat yang modern maka tingkat fertilitas  akan berangsur-angsur menurun. Modernisasi yang cukup tampaknya akan membawa transisi ke kesuburan rendah (fertilitas rendah) dan kematian.
Tujuan utama para demografer memformulasikan teori transisi demografi adalah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi di suatu wilayah, dimana yang mula-mula tingkat pertumbuhannya nol berangsur-angsur mengalami peningkatan. Hal ini juga dapat menggambarkan bagaimana para orang tua menilai seorang anak, dengan adanya sebuah transisi demografi di harapkan perkembangan suatu wilayah dapat berjalan dengan baik serta kualitas seorang anak dapat berubah, yang pada awalnya anak dijadikan sebagai nilai guna bagi orang tua berubah menjadi sebagai pengalihan biaya dari orang tua kepada anak, menurut Caldwell (1992) mengatakan bahwa pengasuhan anak pada keluarga lain merupakan pengalihan biaya dari orang tua ke orang lain, sehingga akan menyebabkan produksi akan lebih besar dari konsumsi. Jika anak sudah dipandang bukan sebagai barang tahan lama maka kebahagiaan dan kesejahteraan suatu keluarga akan tercipta. Tahapan transisi demografi yang sangat terkenal adalah tahapan transisi menurut Blacker (1947), dimana tahapan transisi tersebut di bagi kedalam 5 tahapan.
5 Tahapan Transisi Demografi Menurut Blacker (1947)
Menurut Blacker transisi demografi terbagi ke dalam 5 tahap yang berbeda di mana pada setiap tahapan memiliki pola yang berbeda, khususnya pada tahap ke 2 dan tahap ke 3 merupakan tahap transisi yang terjadi.
Tahap-tahap dalam transisi demografi
1.      High stationary
Pada tahap ini terjadi kestabilan yang tinggi antara tingkat Mortalitas dan tingkat Fertilitas, sehingga pertumbuhan alami nol atau sangat rendah. Salah satu yang menjadi penyebab tinggginya tingkat mortalitas adalah akibat adanya wabah penyaki, perang, gagal panen yang menyebabkan terjadinya kelaparan di berbagai daerah di dunia, sedangkan pada tingkat fertilitas yang menjadi faktor adalah kurangnya ilmu pengetahuan yang di miliki pada saat itu sehingga teknologi kesehatan masih sangat minim,dan hal ini mengakibatkan tingkat kelahiran masyarakat yang tinggi. Selain itu pengaruh kebudayaan serta kepercayaan bahwa banyak anak banyak rezeki. Contoh : Eropa abad ke-14
2.      Early expanding (tahap awal perkembangan)
Pada tahap awal perkembangan ini terjadi penurunan pada tingkat mortalitas, karena pada  abad ini di temukan antibiotik oleh  Alexander Fleming pada tahun 1928 (abad ke-19), yang merupakan penemuan besar dalam teknologi kesehatan, yang menandakan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kesehatan. Serta adanya program Imunisasi, sehingga manusia memiliki daya tahan tubuh terhadap wabah atau epidemi penyakit. Sementara itu tingkat fertilitas masih tinggi, hal ini di pengaruhi oleh adanya budaya Pro Natalis yaitu faham yang menekankan pada jumlah penduduk yang besar merupakan potensi yang besar untuk menggali dan mengolah sumber-suber yang ada di alam. Pertumbuhan alami pada tahap ini lambat, contoh : India sebelum perang dunia II.
3.      Late expanding ( tahap akhir perkembangan)
Pada tahap 3 ini tingkat fertilitas menurun sedangkan tingkat mortalitas menurun lebih cepat dari tingkat fertilitas, hal ini di sebabkan oleh adanya program KB(keluarga berencana), penggunaan alat kontrasepsi serta meningkatnya pendidikan wanita. Proses urbanisasi dan industrialisasi juga mempengaruhi tingkat fertilitas penduduk pada masa ini. Pada tahap Late Expanding pertumbuhan alami cukup cepat. Contoh : Australia, Selandia baru pada tahun ‘30an.
4.      Low Stationary
Pada tahap ini tingkat mortalitas dan tingkat fertilitas rendah atau terjadi stasioner rendah (stabil rendah), semakin meningkatnya kualitas kehidupan menyebabkan pola pikir masyarakatnya berubah, yang pada awalnya masih menganut budaya pro natalis pada masa ini sudah mulai berubah. Pertumbuhan alami nol atau sangat rendah, cntoh : Perancis sebelum perang dunia II.
5.      Declining (tahap menurun)
Pada tahap ini tingkat fertilitas terus mengalami penunrunan (rendah), akan tetapi tingkat mortalitas mengalami peningkatan (lebih tinggi) dari tingkat fertilitas. Mortalitas yang tinggi terjadi akibat adanya degenerative diseases atau fenomena setres, yang di pengaruhi oleh life style(gaya hidup) masyarakat pada masa itu. Sehingga tingkat kematian meningkat, contoh : Jerman Timur dan Jerman Barat pada tahun ’75.

Tidak selamanya tahapan demografi berjalan dengan lancar, tahapan demografi juga di pengaruhi oleh karakteristik budaya, ekologi, sosial, ekonomi. Berikut kritik terhadap aplikasi teori transisi demografi.
Ada beberapa masalah yang dihadapi negara berkembang dalam pengaplikasian teori transisi demografi. Jika di eropa penurunan tingkat mortalitas lebih di pengaruhi oleh pembangunan sosial ekonomi, sedangkan penurunan mortalitas dan fertilitas di negara berkembang lainnya lebih  di pengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti : peningkatan pemakaian kontrasepsi, peningkatan perhatian pemerintah, modernisasi, pembangunan, dan lain-lain. Pengaplikasian teori transisi demografi dapat digeneralisir untuk kelompok masyarakat atau negara di dunia, meskipun ada sebagian negara yang tidak dapat menerapkan transisi demografi ini secara menyeluruh. Penerapan transisi kependudukan yang mencerminkan kenaikan taraf hidup rakyat di suatu negara adalah besarnya tabungan dan akumulasi  kapital serta laju pertumbuhan penduduknya.
Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di berbagai negara berkembang di sebabkan oleh fase atau tahap transisi demografi yang dialaminya. Kebanyakan negara-negara berkembang mengalami fase transisi demografi dimana angka fertilitas masih tinggi sementara itu angka mortalitas telah menurun. Kedua hal ini disebabkan karena kemajuan pelayanan kesehatan, sehingga angka kematian balita menurun dan angka harapan hidupnya meningkat. Setiap negara akan mengalami proses transisi, baik dalam bidang kesehatan, pendidikan maupun teknologi. Sehingga hal ini akan sangat berpengaruh terhadap tingkat taraf hidup masyarakat suatu negara.
Di negara Cina pemerintah pernah memberlakukan sistem yang mengaharuskan masyarakat di perkotaan hanya memiliki 1 orang anak, kecuali etnis Tibet. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat fertilitas yang sangat tinggi yang terjadi di Cina, akan tetapi hal ini menimbulkan suatu masalah baru karena bertentangan dengan budaya yang ada di sana,di mana anak laki-laki memiliki nilai ekonomi lebih daripada anak perempuan, jika anak pertama yang dilahirkan perempuan, masyarakat akan cenderung berkeinginan untuk memiliki anak lagi sampai akhirnya mendapatkan anak laki-laki, hal ini juga yang menjadi faktor aborsi di cina cukup tinggi. Dicina banyak anak yang terlantar akibat orang tuanya tidak menginginkan kelahirannya, sehingga banyak panti asuhan yatim piatu di cina. Pemerintah cina pernah membuka adopsi anak internasional,akan tetapi hanya sekitar 2% saja anak yang di adopsi. Kebanyakan laki-laki di cina mencari pasangan hidup di negara lain,karena jumlah wanita di sana lebih sedikit jika dibandingkan dnga jumlah laki-laki. Di daerah pedesaan marak terjadi penculikan anak perempuan untuk di jual. Saat ini cina, Sri langka berada pada fase ke 3 pada transisi demografi. Hal ini sangat berkaitan dengan transisi demografi, bahwa sebuah kebudayaan, tradisi keagamaan sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya transisi demografi. Untuk negara-negara berkembang lainnya yang tingkat sosial ekonominya rendah, tingkat mortalitas dan fertilitas masih cenderung tinggi, hal ini karena akibat kelaparan, wabah atau epidemi d wilayah tersebut. Selain itu fertilitas yang tinggi juga dipengaruhi taraf hidup, misalnya negara-negara sub-sahara dan timur tengah berada pada tahap II pada fase transisi demografi. Sedangkan negara yang mengalami konflik, misalnya palestina saat ini tingkat fertilitasnya rendah dan tingkat mortalitasnya tinggi, yakni menempati tahap ke 5 pada fase transisi demografi.
Transisi Demografi di Indonesia
Pada tahun 1930-1940 kondisi mortalitas dan fertilitas di Indonesia sangat tinggi, tingginya angka kematian di Indonesia pada saat itu berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang baik dan dalam masa peperangan merebut kemerdekaan. Angka kematian di Indonesia mulai menurun sekitar tahun 1950-an, Indonesia telah mengalami revolusi demografi yang pertama, yaitu revolusi kematian. Sementara itu angka fertilitas terus mengalami peningkatan yang akibatnya terjadi peledakan penduduk (population explosion) khususnya penduduk muda. Revolusi kelahiran di Indonesia mulai terjadi pada akhir 1970-an, dengan dijalankannya program pemerintah yaitu program KB (Keluarga Berencana).
Pada saat ini seiring dengan kemajuan teknologi baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang pendidikan tingkat fertilitas di Indonesia semakin menurun, serta pola fikir masyarakat yang mulai berubah seiring berjalannya waktu. Semakin majunya suatu perkotaan juga mempengaruhi tingkat fertilitas, jika semakin meningkatnya angka partisipasi perempuan dalam dunia karir maka pemikiran  untuk mempunyai banyak anak semakin berkurang, serta penggunaan alat kontrasepsi yang sudah beragam yang dapat menghambat bertambahnya kelahiran anak.
Pada saat sekarang orangtua akan lebih mempertimbangkan sisi kualitas seperti kesehatan dan pendidikan seorang anak, dengan beban tanggungan ekonomi yang semakin besar para orang tua akan berfikir kembali untuk memiliki anak yang banyak, di Indonesia tingkat fertilitas di daerah pedesaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah perkotaan. Potensi transisi demografi di Indonesia sanagat baik apabila dapat terlaksana dengan benar, jika tingkat fertilitas terus menurun dan mortalitas juga menurun lebih cepat dari fertilitas hal ini akan berdampak positif bagi pertumbuhan Indonesia serta pembangunan di negeri ini, akan tetapi kesulitan yang di hadapi pemerintah untuk mencapai target yang ideal sangatlah banyak, perlu usaha yang ekstra untuk mewujudkan impian tersebut, pemahaman masyarakat akan pentingnyamelakukan penekanan terhadap penurunan fertilitas masih kurang. Masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang menolak program pemerintah yaitu KB di karenakan beberapa alasan, baik terkait dengan kebudayaan serta tradisi di wilayah tertentu. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak, yaitu menempati urutan ke 4 kepadatan penduduk dunia.
Dibandingkan dengan negara-negara yang sedang  berkembang  lainnya, Indonesia merupakan negara yang sedang membangun dengan masalah yang dihadapi adalah masalah kependudukan yang sangat serius.  Jumlah penduduk yang sangat besar disertai pertumbuhan yang relatif tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata, jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal, tetapi juga menjadi beban dalam pembangunan suatu negara. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang meningkat juga berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Prof. Dr. Sri Moertiningsih adioetomo Indonesia sedang mengalami masa keemasan atau bonus transisi demografi saat ini, dimana masa keemasan yang di mulai tahun 2010 dan puncaknya sekitar tahun 2020-2030, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) rasio ketergantungan Indonesia saat ini adalah 51,3% di mana rasio ketergantungan untuk bonus transisi demografi adalah berkisar antara 40-50 %. Yang berarti bahwa dari 100 orang yang berusia produktif harus menanggung 40-50 orang usia yang tidak produktif. 

REFERENCES

Lucas, david and Paul Meyer. 1994. Beginning Population Studies. 2rd Edition. The Australian National University. Australia.
Modul Pengantar Studi Kependudukan. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Jakarta. 
http://christdhawie.blogspot.com ( di akses pada tanggal 29 maret 2013 )



Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari Sisi Pendidikan di Provinsi Bali

Indeks  Pembangunan Manusia (IPM) dari Sisi Pendidikan  di Provinsi Bali
Nama Kelompok:
1.      Jeffry Naek sitorus   (12.7198/15 )
2.      Musipah                    (12.7273/21)
3.      Novianda Br Ginting (12.7288/22 )
Kelas: 2G STIS 2013/2014
ABSTRAK
Pendidikan merupakan faktor penting pembangunan manusia. Peningkatan pendidikan mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memilih pekerjaan ataupun tentang kesehatan. Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Kemiskinan menjadi salah satu kendala untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
Dalam perhitungan IPM pedidikan diukur dari angka melek huruf dan rata-rata lamanya sekolah. Bali merupakan salah satu provinsi yang perekonomiannya sangat ditunjang oleh sektor pariwisata. Untuk pariwisata di sana diperlukan SDM yang berkualitas maka dari itu perlunya peningkatan kualiatas pendidikan.

Kata Kunci : Indek Pembangunan Manusia, Pendidikan, Angka Melek Huruf, Anggka Partisipasi Sekolah, Angka Putus Sekolah, Bali, HDI, pembangunan, Sekolah.
Pendahuluan
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa merupakan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan. Selain itu keberhasilan pembangunan juga ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya ketersediaan manusia (SDM) yang produktif, berkualitas dan memiliki skill yang baik sehingga mampu bersaing dalam dunia global. Untuk memperbaiki kualitas SDM, pendidikan yang baik dan kompeten diperlukan. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu bangsa adalah disajikan dalam bentuk indeks pembangunan yang dikenal dengan istilah Human Development Indeks (HDI). Selain IPM indikator yang di gunakan adalah IKM( indeks kemiskinan manusia). Pada IKM standar hidup yang layak di hitung melalui persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang gizi.  
IPM diciptakan oleh ekonom Pakistan Mahbud ul Haq, dan India Amartya Sen pada tahun 1990. (dibantu oleh para ekonom pembangunan dunia lainnya, Paul Streeten, Frances Stewart, Gustav Ranis, Keith Griffin). Tujuan eksplisit dari IPM adalah untuk merubah fokus ekonomi pembangunan dari ukuran pendapatan nasional ke kebijakan-kebijakan yg terpusat pada penduduk (people-centered policies) atau kesejahteraan manusia (human welfare). IPM dipublikasikan dlm laporan global tahunan “Human Development Report” – HDR oleh UNDP sejak tahun 1990 sampai sekarang.
Berdasarkan hasil laporan Human Development Indeks (HDI) pada tahun 2012, Indonesia berada pada urutan 111 dari 182 negara yang dilaporkan oleh HDI, dengan nilai IPM sebesar 0,734 meningkat 0,005 dari tahun sebelumnya. Sedangkan negara dengan IPM tertinngi di tempati oleh Norwegia dengan IPM sebesar 0,971. Untuk rata-rata lamanya sekolah, Indonesia menempati urutan 121 naik satu tingkat dari tahun sebelumnya dari 182 negara yang di laporkan dalam Human Development Indeks (HDI), yaitu sebesar 12,9 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa butuh kerja keras dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. IPM Indonesia masih tergolong dalam kategori menengah, jika di bandingkan dengan negara tetangga Indonesia masih jauh tertinggal. Sudah sepatutnya pembangunan manusia harus memperoleh perhatian yang ekstra di bandingkan dengan pembangunan yang lebih tertuju pada pembangunan ekonomi. Jika Sumber daya manusia (SDM) membaik hal ini akan berpengaruh positif terhadap pembangunan suatu negara.
Provinsi yang dipilih untuk dianalisis yaitu Bali. Bali merupakan salah satu provinsi yang perekonomiannya sangat ditunjang oleh sektor pariwisata. Dilihat dalam pencapaian nilai IPMnya, Bali mempunyai nilai IPM yang tergolong menengah tinggi di mana pada tahun 2012 menempati rangking 14 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, dan jika dilihat dari percepatan peningkatan IPM, provinsi ini merupakan provinsi yang mengalami peningkatan IPM yang lebih cepat bila dibanding dengan provinsi lainnya. Peningkatan IPMnya sekitar 0,65 dari tahun 2011 ke tahun 2012, yaitu dari 72,84 meningkat menjadi 73,49. Peningkatan IPM ini meningkat  dari peningkatan sebelumnya pada tahun 2010 ke tahun 2011 yang meningkat hanya sebesar 0,56.
Salah satu program yang di upayakan oleh pemerintah Bali untuk meningkatkan IPM yaitu program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), program JKBM ini di terapkan sejak tahun 2008 dan mendapat dukungan pendanaan dari APBD Bali anggaran tahun 2008 sebesar Rp. 20 Miliyar, pada tahun 2010 APBD yang di anggarkan untuk JKBM ini sebanyak Rp. 127 Miliyar. Program JKBM melibatkan 108 Puskesmas non perawatan dan jejaring serta 22 puskesmas yang mempunyai fasilitas rawat inap, delapan rumah sakit umum daerah, rumah sakit Indera, Rumah Sakit Jiwa Bangli dan RSUP Sanglah Denpasar sebagai pusat rujukan. Selain program JKBM ini Gubernur Bali meluncurkan program SIMANTRI, Sistem Pertanian Terintegrasi, yakni gabungan dari pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan seterusnya berkaitan dengan pariwisata, penghematan bahan bakar dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan penghasilan petani. Di bidang pendidikan PemProv Bali pada tahun 2010 merintis program wajib belajar 12 tahun setara dengan SMA dan sederajat. Semua program yang di gagas oleh pemerintah provinsi Bali ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Bali sehingga di harapkan agar IPM Bali meningkat untuk tahun berikutnya.
Upaya Pemerintah dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan di Bali
Secara umum pendidikan di provinsi Bali cukup tinggi, selain itu  Bali termasuk dalam 5 besar provinsi terendah Angka putus sekolah bedasarkan Data BPS 2013, pada tingkat sekolah dasar provinsi Bali menempati urutan ke 5 yaitu dengan Angka putus sekolah sebesar 0,39 %  dimana rata-rata Nasional sebesar 0,67%. Pada tingkat SMP Bali berada di urutan ke 3 yaitu dengan Angka putus sekolah sebesar 0,62 % dengan rata-rata Nasional 2,21 %, pada jenjang SMA Bali berada pada posisi ke 5 dengan Angka putus sekolah sebesar 2,20 % dan rata-rata Nasional sebesar 3,14 %. Akan tetapi pemerintah provinsi Bali terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar menjadi lebih baik. Salah satu upaya yang di gagas oleh pemerintah provinsi Bali untuk meningkatkan Pembangunan di bidang pendidikan adalah merintis program wajib belajar 12 tahun atau setara tamatan sekolah memengah atas atau sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) pada tahun 2010, dengan mengalokasikan dana APBD 2010 sebesar Rp. 125 miliar.

Status Pendidikan di Provinsi Bali
Tabel 4.1.1 Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2012

Kabupaten / Kota
RLS

(1)
(4)

1.
Jembrana
7.86

2.
Tabanan
8.39

3.
Badung
9.47

4.
Gianyar
8.90

5.
Klungkung
7.43

6.
Bangli
6.68

7.
Karangasem
5.88

8.
Buleleng
7.54

9.
Denpasar
10.94

B A L I :

2012
8.57

2011
8.35

2010
8.21

2009
7.83

2008
7.81


Keterangan:
 
RLS = Rata-rata Lama Sekolah
Sumber: Bali Dalam Angka 2013
Tabel 4.1.1 menyajikan informasi mengenai rata-rata lamanya sekolah ditiap  kabupaten/kota di provinsi Bali tahun 2012 dan perkembangan rata-rata lamanya sekolah di provinsi Bali sejaktahun 2008 hingga 2012. Provinsi Denpasar yang merupakan  ibukota provinsi Bali memiliki rata-rata lamanya sekolah tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya dengan nilai 10,94. Artinya, rata-rata masyarakat Denpasar bersekolah selama 10-11 tahun.
Kabupaten Karangasem menjadi kabupaten dengan rata-rata lamanya sekolah terendah di Bali, bahkan setengahdari Denpasar, yaitu 5,88. Artinya, rata-rata masyarakat Karangasem menempuh pendidikan selama lima sampai enam tahun. Disisi lain, Badung menjadi urutan kedua tertinggidengan rata-rata lamanya sekolah berkisar Sembilan hinggasepuluhtahun.
Sejaktahun 2008 hinggatahun 2012, Provinsi Bali terus mengalami peningkatan rata-rata lamanya seseorang bersekolah.Pada tahun 2008, rata-rata masyarakat Bali hanya bersekolah selama tujuh sampai delapan tahun, dan terus meningkat hingga delapan  sampai Sembilan tahun pada tahun 2012. Meningkatnya rata-rata lama bersekolah tersebut merupakan hasil dari infrastruktur Bali yang terus membaik dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan yang semakin meningkat.
Angka Melek Huruf

 
Angka Melek Huruf Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota  dan Jenis Kelamin Tahun 2012
Literacy Rate in Bali Province by Regency/City and Sex, 2012    







Kabupaten / Kota                             Regency / City
Laki-laki                         Male
Perempuan                        Female
Laki-laki dan Perempuan                        Male and Female
(1)
(2)
(3)
(4)
1.
Jembrana
96,68
86,21
91,36
2.
Tabanan
95,84
85,34
90,50
3.
Badung
95,95
86,42
91,22
4.
Gianyar
94,83
85,89
90,38
5.
Klungkung
92,22
76,42
84,15
6.
Bangli
91,81
78,62
85,24
7.
Karangasem
86,61
68,30
77,41
8.
Buleleng
96,37
83,64
89,94
9.
Denpasar
99,13
95,71
97,46
B A L I

95,30
85,03
90,17
2011
94,60
83,84
89,17
2010
93,01
83,79
88,40
2009
92,92
81,80
87,22
2008
92,80
81,20
86,94







Sumber  :  BPS Provinsi Bali
Source   :  BPS - Statistics of Bali Province

Tabel 4.1.2 menyajikan informasi tentang angka melek huruf provinsi Bali menurut Kabupaten/Kota dan Jenis kelamin tahun 2012. Dari tabel tersebut secara umum angka melek huruf di  Bali  cukup tinggi yaitu sebesar 90,17%, hal ini menandakan bahwa tingkat buta huruf di Bali rendah.
Jika di lihat berdasarkan kabupaten/kota, AMH (angka  melek huruf) yang tertinggi di tempati kota Denpasar sebesar 97,46% dan paling rendah di kabupaten Karangasem sebesar 77,41 %. Angka melek huruf di Bali sendiri setiap tahun mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar  1,18 % yaitu dari 87,22% menjadi 88,40%. Dan pada tahun berikutnya mengalami peningkatan berturut-turut sebesar  0,77% dan 1,00%.
Angka melek huruf antara perempuan dan laki-laki di Bali berbeda secara signifikant di mana  pada tahun 2012, angka melek huruf untuk laki-laki secara keseluruhan di provinsi Bali  sebesar 95,30% berbeda jauh dengan  angka melek huruf untuk perempuan yang hanya sebesar 85,03%. Hal ini mungkin masih di sebabkan  oleh kebudayaan masyarakat di mana anak laki-laki harus mengecap pendidikan sekolah lebih tinggi  di banding perempuan. Pemahaman bahwa pendidikan bagi perempuan tidak perlu terlalu tinggi karena toh perempuan nantinya akan kembali ke sumur, dapur dan kasur, kemudian biaya pendidikan yang masih sangat mahal serta juga ada beberapa daerah yang secara geografis sangat sulit dijangkau menjadi kendala dalam dunia pendidikan. Hal tersebut yang membuat proporsi angka melek huruf laki-laki dan perempuan berbeda secara significant. Perbedaan paling besar terlihat jelas di kabupaten Karangasem, di kabupaten ini laki-laki yang melek huruf sebesar 86,61 % dan perempuan yang melek huruf hanya 68,30 %.
Angka partisipasi sekolah

 
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Provinsi Bali Menurut Kelompok Usia dan Kabupaten/Kota Tahun 2012
School Participate Rate in Bali Province by Age Group and                        Regency/City, 2012











Kabupaten/
Klp. Usia / Age Group
Klp. Usia / Age Group
Kota
7 - 12 Th
13 - 15 Th
Regency/
Laki-laki
Perempuan
Lk + Prp
Laki-laki
Perempuan
Lk + Prp
City
Male
Female
Ml + Fml
Male
Female
Ml + Fml



(1)

(2)
(3)
(4)

(5)
(6)
(7)










1.
Jembrana
97,75
100,00
98,89
95,82
97,88
96,93
2.
Tabanan
100,00
100,00
100,00
96,45
86,63
91,92
3.
Badung
99,36
99,20
99,29
94,85
95,49
95,23
4.
Gianyar
99,39
98,71
99,07
97,93
97,18
97,54
5.
Klungkung
100,00
100,00
100,00
97,75
89,18
93,84
6.
Bangli
100,00
99,14
99,61
95,22
84,32
89,86
7.
Karangasem
99,17
98,54
98,86
97,82
93,91
95,92
8.
Buleleng
97,99
98,06
98,02
95,67
96,51
96,07
9.
Denpasar
100,00
100,00
100,00
93,77
96,41
95,13
B A L I

99,23
99,16
99,20

95,99
94,33
95,15
2011
98,56
98,32
98,45
92,01
92,46
92,22
2010
98,73
98,65
98,69
91,37
86,90
89,26
2009
98,55
98,48
98,52
90,40
85,96
88,34
2008
98,44
98,13
98,29
89,94
84,24
87,24













 











Kabupaten/
Klp. Usia / Age Group
Klp. Usia / Age Group
Kota
16 - 18 Th
19 - 24 Th
Regency/
Laki-laki
Perempuan
Lk + Prp
Laki-laki
Perempuan
Lk + Prp
City
Male
Female
Ml + Fml
Male
Female
Ml + Fml




(1)
(8)
(9)
(10)

(8)
(9)
(10)




1.
Jembrana
79,65
68,77
74,79
7,95
5,31
6,54
2.
Tabanan
61,94
63,93
62,86
10,48
5,69
8,19
3.
Badung
89,23
76,81
83,27
20,04
24,63
22,31
4.
Gianyar
89,64
79,50
84,55
28,15
21,66
24,99
5.
Klungkung
69,59
73,55
71,29
17,52
6,41
11,36
6.
Bangli
47,46
33,96
41,99
9,54
9,67
9,61
7.
Karangasem
53,46
51,00
52,45
9,66
2,21
6,16
8.
Buleleng
73,72
65,69
70,24
23,74
23,07
23,39
9.
Denpasar
73,08
73,69
73,38
23,23
22,61
22,91
B A L I
72,71
68,53
70,80

19,48
17,78
18,62
2011
72,34
65,42
68,91
20,28
15,49
17,83
2010
67,33
63,01
65,22
-
-
-
2009
66,76
60,53
63,75
-
-
-
2008
65,28
59,92
62,71
-
-
-











  Catatan / Note :  
Lk/Ml   = Laki-laki/Male
Pr/Fml = Perempuan/Female
  Sumber  :  Badan Pusat Statistik Provinsi Bali
  Source   :  BPS - Statistics of Bali Province

Tabel 4.1.3 menyajikan informasi tentang persentase Angka partisipasi sekolah (APS) provinsi Bali menurut kelompok usia dan Kabupaten/kota tahun 2012. Dimana dapat kita lihat bahwa APS tiap Kabupaten/kota di bali sangat tinggi, APS yang tertinggi berada pada kelompok umur 7-12 tahun yaitu sebesar 99,20 %. APS sangat tinggi di karenakan adanya program wajib belajar 9 tahun yang di terapkan oleh pemerintah Indonesia, jenjang pendidikan yang diikuti oleh kelompok umur 7-12 tahun ini yaitu jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Pendidikan Sekolah Lanjutan Pertama (SMP). Pada kelompok umur 7-12 tahun APS laki-laki lebih tinggi dari pada APS perempuan, meskipun perbedaan diantara keduanya tidak terlalu signifikan. Secara keseluruhan APS laki-laki lebih tinggi dari APS perempuan hal ini karena masih tingginya budaya yang mendahulukan laki-laki. Sedangkan APS yang terendah berada pada kelompok umur 19-24 tahun yaitu sebesar 18,62 %. Umur 19-24 merupakan usia produktif untuk bekerja, kebanyakan orang memilih lansung bekerja setelah menempuh pendidikan SMU atau SMK, sehingga APS pada kelompok umur ini tergolong rendah. Selain itu Bali merupakan Kota wisata yang sudah Terkenal dalam dunia Internasional sehingga lapangan kerja yang tersedia cukup banyak, hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Bali, dan kelompok umur 19-24 tahun merupakan usia yang siap untuk bekerja.
Pada kelompok umur 16-18 tahun terlihat bahwa terdapat perbedaan APS antar kabupaten/kota di provinsi Bali, terutama di kabupaten Bangli yaitu sebesar 41,99 % yang merupakan APS terendah dari 9 Kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Yang menjadi penyebab karena kurangnya jumlah sekolah di daerah Bangli, jumlah sekolah menengah umum di Kabupaten ini hanya ada 9 sekolah yang terdiri dari 5 sekolah negeri dan 4 sekolah swasta, sedangkang sekolah Madrasah Aliyah tidak ada di kabupaten Bangli. Jumlah siswa SMU sebanyak 3186 orang, sedangkan jumlah pengajar hanya 325 orang. Hal ini menjadi salah satu kendala mengapa APS di Kabupaten Bangli pada kelompok umur 16-18 tahun berada di bawah 50 %. APS yang tertinggi pada kelompok umur 16-18 tahun di Gianyar sebesar 84,55%, jumlah Sekolah menengah kejuruan di Gianyar cukup banyak yaitu 27 sekolah dengan total murid 11.730 siswa dan 1320 guru.

Kesimpulan
Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu wilayah adalah Indeks Pembangunan Manusia, maka sangat perlu untuk mengkaji berbagai aspek penyusunan dari IPM salah satunya pendidikan. Supaya hasilnya benar-benar dapat digunakan untuk membantu perencaaan pembangunan suatu wilayah, maka perlu melibatkan semua stakeholder dari daerah yang bersangkutan. Salah satu upaya yang di gagas oleh pemerintah provinsi Bali untuk meningkatkan Pembangunan di bidang pendidikan adalah merintis program wajib belajar 12 tahun atau setara tamatan sekolah memengah atas atau sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) pada tahun 2010, dengan mengalokasikan dana APBD 2010 sebesar Rp. 125 miliar.  
daftar pustaka
www.bps.go.id